Sabtu, 22 April 2017

Siapkah Aku Hijrah (part 3)-Move On

22-April-2017
25-Rajab-1438 H

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Pertama-tama aku mau bilang terimakasih buat kalian  yang masih terus membaca tulisan-tulisan ini, yang sampai part ini masih diikutin. Juga buat kalian yang baru saja singgah disini, enjoy your reading,, kalian juga bisa membaca di part 1 dan part 2 nya. :) 

Just FYI, seharusnya penulisan part ke 3 ini gak boleh berjarak lama-lama dari part sebelumnya, karena dikhawatirkan terjadi salah paham ataupun judgement lain yang padahal tidak seperti itu kenyataannya.

Sedikit curhat gapapa ya.. pas nulis part 2 itu, antara yakin dan ga yakin karena aku sadar resikonya besar, terutama harus nginget masa lalu. Harus tahan kalau sakit lagi cemana, atau kalau orang yang terlibat tau gimana. Tapi bagiku ya, dia kan udah gak open lagi tentang saya. Apalagi ditambah kabar dari teman-teman tentang statement nya yang mengatas namakan aku. Jadilah apa yang selama ini aku coba tahan, harus terungkapkan. Dan itu demi pembelaan diriku, sekaligus pembersihan pernyataannya. yang sekaligus pembuka cerita, kenapa kita harus move on? dan siapkah aku hijrah?.

Jadi kalo kemarin itu udah aku udah bongkar lagi ingatan yang sudah aku tinggalin, sebenernya gak ninggalin juga sih karena masih teringat jelas yang sakit-sakit itu terus begitu di tulis lagi jadi emosinya serasa meluap-luap lagi. Dan salah satu alasannya kenapa aku baru nulis sekarang sedangkan kejadiannya dah beberapa bulan yang lalu, karena waktu itu ya masih belum sanggup untuk nyeritain, masih terbawa perasaan sendiri nanti begini nanti begitu, dan emang belum punya solusi yang udah aku rasain. Masih sekedar galaunya terus.

Tapi sekarang Insya Allah tak hanya mengingat luka lagi, tapi sudah aku rasain hal-hal yang ternyata ada makna yang jauh lebih besar kenapa kita di tegur, kenapa kita di uji. Mengingat masa lalu yang menyakitkan itu gak salah, sob. Kenapa? Karena dengan itu, bisa jadi cambuk tersendiri untuk berubah menjadi yang lebih baik. 

Aku mau tanya, mana yang lebih ampuh untuk men-dongkrak diri ke posisi yang lebih baik? Belajar dari rasa sakit atau tetap dalam keadaan biasa-biasa aja tapi asik-asik nangis, asik-asik galau terus? Gimana mau dapetin pelajaran cobak. Oke ini gak salah emang, tapi biasanya motivasi terbesar seseorang itu berangkat dari rasa kesusahan.

Orang yang pertama kali kaya (bukan kaya turunan), gak akan kaya kalau dia malas berusaha dan punya motivasi dari rasa sakit akibat kesusahan. Orang sukses gak akan tau rasanya hebat kalau dia gak memulai semua kesuksesannya dengan jatuh bangun, dengan rasa sakit ataupun kejenuhan.
Teman-teman, jadi sebenernya motivasi yang paling ampuh untuk merubah diri itu adalah karena rasa sakit. Berangkat lah dari apa-apa yang membuatmu merasa susah, merasa sedih, merasa hancur, lalu bangkitkan semangatmu bahwa “Aku tidak layak diperlakukan seperti itu. Aku punya hak untuk menjadi lebih baik, aku punya  hak mendapatkan yang lebih baik bahkan yang terbaik. Untuk itu akupun harus berusaha.” 

Pas nih untuk kalian yang patah hati, jengkel sama orang, atau yang masih belum bisa terima kenyataan *seeh galau kalau dia bukan yang terbaik untukmu, tapi ngarepnya move on.
Menurutku, cara untuk move on ada dua macam.

Pertama, jadi orang yang “menye-menye” . itu maksudnya jadi yang lemah-lemah kan diri. Nageeees terus tiap ingat mantan, galau lagi, galau lagi. Pantang berkenaan dikit sama kondisinya, bawaannya baper. Ujung-ujungnya galau lagi, begitu terus sampek akhirnya tertemukan yang baru.
Orang yang kayak gini emang  punya potensi move on, tapi biasanya nggak mengambil pelajaran lain. Gak ambil hikmah lain. Hanya meratapi nasibnya, terus berharap jumpa sama yang lain, terus mau cepat-cepat bahagia lagi.

Mereka mengingat rasa sakit, tapi mengalihkannya ke kesedihan. Mengharap karma cepat-cepat datang sama si pembuat nanges itu, tapi tetap baper tetiba di hubungi lagi sama si mantan, luluh lagi. Biasanya orang yang tipe ini, kebanyakan inget yang indah-indah sama “si mantan”. Bener?
Atau  yang kedua, jadi orang yang berangkat dari rasa sakit tapi mengalihkannya ke motivasi. Keren emang statement nya tapi yang dia rasain pun juga luar biasa. Gampang jadi yang kayak gitu? aku berani bilang TIDAK. Terutama bagi cewek-cewek.

Okelah sebentar dia bilang “Ih gak akan lagi aku mau temakan omongan dia ya. Gak akan lagi aku galau karena dia ya. WIh tengok aja nanti, suatu saat dia yang nyesal. Suatu saat aku bisa lebih lebih daripada dia. Siapa kali dia mainin anak orang suka-suka. Bla bla bla”
Begitu dihubungin balek, langsung luluh lagi. Leleh lagi. Bawa-bawa masih sayang lah apa lah. memaklumi semua kondisi lah, menari-cari lagi kebaikan si mantan yang jadi alasan gagal move on. Hayo ngaku….
Oh teman-teman, aku bisa bilang begitu karena udah aku rasain semuanya. Jadi semuanya bukan karena sok tau.

Kejadian yang seperti ku bilang barusan, itu terus ku alami sampai benar-benar jenuh. Makanya aku bilang aku “dipaksa untuk paham”  (baca part 1). Berkali-kali bangkit, jatuh lagi, bangkit, jatuh lagi. Sampai gak tau lagi langkah mana yang harus dilangkahkan, tapi tetap langkahkanlah *kayak kata Panji Ramdana (penulis buku Ketetapan Terindah, yang punya ig melodi dalam puisi *malah promosi.. hehe).

Orang yang tipe kedua ini, terkesan keras. Karena dia ditempa dari rasa sakit. Dia percaya sama hukum timbal-balik (katakanlah karma) kalau dalam Islam gak ada sih istilah gitu tapi setiap perbuatan itu ada balasannya. Dia ingat hal-hal buruk dan kerugian-kerugian apa yang berkaitan dengan “si mantan”, lalu dijadikannya motivasi untuk move on. Gadak istilahnya balik ke waktu pembodohan.

Dia ubah mindsetnya, ubah pola kebiasannya. Dari yang hobinya nangis, meratap-ratap, berharap-harap balek (sedangkan yang disana dah senang-senang, dah melece-lece dah ketawa-ketawa sama pacar barunya), atau segala macam kesakitan lainnya lah. “Aku tidak layak diperlakukan seperti itu. Karena aku bukan orang yang memperlakukannya sedemikian jahatnya!
Maka, move on pun gak sesulit kalau cuma ngingat yang indah-indah doang.

Mmh percaya deh bakal ada yang merhatiin kamu, dan bakal bilang “Kamu lebih baik dari yang dulu.” Kira-kira seperti itulah. Nah itu juga udah aku dapati teman-teman, jadi ini gak cuma omdo (omong doang) ya.. terbukti ada yang bilang gini “Yang, badanmu kecil tapi untung kau kuat” .terus aku cuma senyum, dan seriusan rasanya seneng lho ketika dibilang kayak gitu. Padahal gak tau dia, hari-hari sebelumnya itu cemana menderitanya.

Apa prinsipnya? Prinsipnya yaitu dengan tidak mencari-cari dan mengingat-ingat kenangan yang indah-indah sama si mantan. Ingat betul apa lebih banyak kerugian atau keuntungan yang kau dapat. 
Berikan terus perbandingan pada brain mu, bahwa apa yang patut dipertahankan dan dibanggakan dari dia. Belum lagi perlakuan dia ke kita. Maka, jadikan itu pendongkrak semangatmu untuk pergi, untuk hijrah. Jadikan kesakitan itu sebagai pil pahit yang harus kau telan demi sembuhnya sakit mu. Bukan menghindari dan pergi, tapi hadapi dan jadikan pembelajaran yang sangat berharga. Buka mata, buka telinga, dengar nasihat orang-orang yang lebih baik darimu, berkumpul dengan orang-orang baik, berteman dengan orang-orang yang menuntunmu pada perubahan, bukan degan yang semakin mengajak maksiat. 

Tipe kedua ini terkesan tidak bisa mengikhlaskan takdir?
Mmh, bisa dibilang baik yang pertama ataupun yang kedua sama-sama akan sulit mendapatkan keikhlasan. Terlebih saat belum ada penggantinya, sedangkan si pembuat luka dengan santainya bersenang-senang dan tidak pernah merasa bersalah.

Begitupun aku.  Jujur saja, Keikhlasan itu yang masih menjadi kelemahanku. Sudah ku coba pergi dari dia, gak tau apa-apa lagi tentang dia, tapi setiba datang beberapa pertanyaan ataupun hal-hal yang bersangkutan dengan dia ntah dari mana-manapun itu, rasanya emosi ku naik. Rasa tidak terima itu masih membekas teramat dalam. 
Kalian pernah merasa begitu? atau kalian langsung lemes terus cengeng.

Hmmh

Sampai akhirnya kutemukan penggantinya, yang membuatku jauh lebih tenang, yang membuatku mampu menghargai hidup, yang membuatku bisa setegar dan sekuat sekarang, yang membuatku selalu tersenyum.
Siapa dia?

Tetap setia membaca ya teman,, cerita perjuangan move on masih panjang.. semangat untuk yang sedang move on, dan insya Allah cerita kedepan akan lebih membuka pikiran kalian. Akan ada part 4 bakalan menyusul. :) 

Assalamu’alaykum warahmatullah
















Kamis, 20 April 2017

Siapkah Aku Hijrah? (part 2)

20-April-2017
23 Rajab 1438 H


Assalamu’alaykum warahmatullahibarakatuh

 “Mau nggak mau, suka nggak suka, aku harus masuk pada lingkup hijrah yang aku lece-lece in tadi. Aku ditolak sekeras-kerasnya, aku disuruh terjerembab di dalamnya, badanku ini rasanya diguncangkan sekeras-kerasnya, aku disuruh buka mata, pasang telinga, aku disuruh masuk dan pahami isi dalamnya, lebih tepatnya aku dipaksa . untuk mengerti. Ya, aku dipaksa untuk mengerti”

            Teman, kemarin aku harus menghentikan tulisan karena saat itu rasanya ter-flashback  lagi sama apa-apa yang sudah aku buat tanpa tau malu, tau itu dosa tapi tetap aja aku lakuin. Apa ya bilangnya, masa jahiliyah lah gitu. dan itu cukup membuat diri terasa kecil terasa rendah.

Ohiya, kenapa aku ulangi lagi kata-kata di part 1? Karena aku ingin berbagi cerita sama kalian yang masih setia membaca tulisanku di baris kesekian ini. Ku katakan disitu  “….aku dipaksa . untuk mengerti. Ya, aku dipaksa untuk mengerti” 
bahwa  ternyata Dia cemburu padaku. Dia mencemburui-ku karena aku lebih mencintai seseorang, sampai-sampai tak tau malu lagi dengan dosa. Dia menyampaikan kecemburuanNya dengan memberikan ku teguran. Teguran keras. Yang cukup-cukup menguras air mataku, menggerogoti berat badanku, menyiksa pikiranku, dan saat itu pula terasa beberapa nikmat dari Nya dicabut, karena gak selera makan, gak bisa ceria dan tertawa lepas, dan sakit gigi. Ini gak lebay lho, beneran itu yang aku alami.

Jadi kalau kata Meggy Z “dari pada sakit hati, lebih baik sakit gigi..”dududu.  Hoax itu mah , hoax. Karena mungkin pas dia buat liriknya okelah dia sakit hati, tapi pas giginya sehat, lah tetiba aku…. Dua dua nya ampun ampun aku nahankan sakitnya cuy.

Kesimpulannya apa cobak? nikmat-Nya diambil pelan-pelan, Mmh setelah ku pikir-pikir, kenapa lah Dia kasih sakit yang bener-bener sakit di saat yang bersamaan, ternyata ya wajar sih, karena Dia cemburu makanya Dia tegur aku.
Gini kataNya “Katakanlah, “jika bapak-bapakmu, ana-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu,keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan , perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, tan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (Q.S(9):27)

Seriusan aku baru menyadari ayat ini setelah ku dapati musibah kehilangan itu, cak dulu pas masih membatu hatinya karena lebih cinta sama orang, mana mempan dikasih ayat apapun. Pulak hati lagi dikuasai sama yang lain. Dan iya sih ada sedikit rasa takut saat membaca kalimat terakhir. Singkat cerita, maka ditimpakan-Nya lah teguran demi teguran. Tapi apa aku langsung tobat gitu? Nggak! Aku masih bebal.
Ingat Allah iya ingat memang, tapi sekedar mengadu-ngadu Ya Allah…Ya Allah... tanpa berusaha merubah diri. Cuma sekedar ngadu, nanges, tapi tetep aja sempat hampir pacaran lagi (cari pelampiasan).

Aku bakalan cerita.
Dan ini semoga bisa membantu kalian para LDR. Buat yang masih bertahan ya Alhamdulillah, semoga dia emang jodoh kalian, tapi kalau udah rada-rada nih, mmh siap-siap aja lah ya kalau seandainya pasangan kalian itu setianya, sayangnya, percaya nya luar biasa sama kalian, dia pasti tau apa yang dilakukannya. LDR cuma dua kuncinya, setia tapi benar-benar setia dan menjaga komitmen atau ya berkhianat tapi berdalih setia ini yang UUP (ujung-ujungnya putus)

Gak usah di bahas lah ya statement yang pertama, cukup berbahagia aja buat para pelakunya. Berarti pasangan kalian benar-benar sayang sama kalian. Enakan bahas statement kedua nih. Ya cemana lah, itu pulak yang ku dapati.

Oke teguranNya pun dimulai...

Kalau diceritain dari awal bakalan panjang kali. Intinya gini, kalau kalian lagi sayang-sayangnya sama orang, atau mungkin udah sampai buta karena seseorang, maka sebisa mungkin kalian akan mempertahankan dia kan. Kalian menaruh rasa cemburu, pasti. Ingin selalu komunikasi, pasti. Tidak masalah jika dua-duanya saling sayang, maka dua-duanya pasti bakalan ngusahain biar rindunya kesampean gitu.  Tapi cemana ceritanya cobak, yang satu udah ngusahain dan bener-bener ngejaga hatinya, eh yang satu lagi ambil kesempatan emas. Dengan mencari referensi lain.
Nih aku open mind ya,, menurut kalian jika seseorang bosen diperhatiin, ngerasa gak betah kalau dikekang, maka biasanya dia butuh yang namanya kebebasan. Bener? Kebebasan berarti apa? Lebih nyaman jika sendiri kan? tidak perlu mengabari begini begitu, gak perlu mikirin dia apalah apalah. Bener-bener aku mau dengan duniaku sendiri dulu. Oke aku setuju.

Tapi kalau alasannya begitu, tetiba udah sama perempuan lain aja. Maka kesimpulannya adalah? Sudah sudah tak usah dijawab. Cukup di dalam pikiran aja.
“Katanya cuma kakak adek mah orang itu. Iya sih kakak adek yang pake sayang-sayangan,” cih

Lu tau? Yang gak habis pikir itu, disaat udah terungkap satu satu kebohongannya, dia masih berdalih untuk bohong lagi. Oke skip lah sakit hati itu ya. Yang parahnya selain gak ngakuin salahnya, dia juga ntah nunggu apa.

Gini gini. Si X(yang jahat) gak mutusin hubungan sama pacar aslinya (anggaplah Y) yang sedang LDR an, tapi maen cewek lagi sama orang lain di daerah dia sekarang. Jadi kodratnya perempuan itu, lebih tajam instingnya ketimbang laki-laki. Apalagi bersangkutan dengan orang yang dia sayang. Nah, tapi si penjahat (X) gak ngaku, ya cemana pulak mana ada penipu berkata jujur dengan terus terus berdalih sampai akhirnya gak sanggup lagi lah si baik (Y). 

Maka daripada dia bertahan pada kebodohannya, bertahan pada orang yang tidak tau berterimakasih, tidak menghargainya, selalu lari jika ada masalah dengan berdalih dan menganggap selesai padahal hanya ditutupi terus-terusan , intinya dia itu tidak menempatkan rasa sayang nya lagi, dikarenakan sudah ada hati yang lain. Yang mungkin lebih banyak membantunya disana ketimbang yang jauh disini, yang lebih bisa memberinya manfaat, ntah itu makan ataupun gadget atau apapun yang gak bisa aku lakukan untuknya, atau hal-hal lain lah yang gak ku tau itu.

Maka ntah apa maunya, dengan entengnya dia bilang ke orang-orang “dia (si Y) yang mutusin”. Kemudian tanpa menceritakan apa yang sebenernya terjadi, dia hanya memegang prinsip aku yang melepaskannya. Apa cobak yang mau dibuktiin. Mau sok jadi pemain (playboy). Begitu diakhiri langsung jadian sama yang lain. Ih.. 

Oh kalian cewek-cewek. Mau kalian di duain? Hah? Nggak kan. terus dengan santainya kelen disuruh nunggu dia, tapi sambil nunggu dianya udah punya cewek lain. Rela kalian?  Halooo kita gak serendah itu. Terus apa yang lu lakuin? Ya Putusin lah. Apalagi. Udah gak wajar lagi lah dipertahanin kalo gitu.

Dengan dalihnya dia bakal bilang gini ke pacar barunya itu “aku sama dia udah gak ada apa-apa. Dia yang mutusin kok. Aku sama dia udah sekian tahun yang lalu, bla bla bla …”  yang pastinya menjatuhkan si Y biar si target (pacarnya) kelepek-kelepek dan percaya. Dan bahkan nih ya tiap ada orang yang kenal sama si X dan sama si Y, tiap orang lain nanyakin tentang Y kepada X, maka si X menjawab “dia kok yang mutusin.” 
Wihh… ntah lah ntah. gak tau lagi mau bilang apa.  
Kalian lah yang menilainya. Syuh syuh sabar, Yang. Jangan terlalu membuka luka.

Dan perlu kalian tau, masalah gak sesimpel itu. Sebelum akhirnya menyerah sama mempertahankan hubungan disatu sisi, pas terungkap-terungkap kebohongannya itu loh yang sedep kali sakitnya.
But bye the way, gaklah pulak aku certain.. aku pun gak sanggup lagi ngingat-ngingatnya. Sakit kali cuy. Sumpah sakit kali.

So, sama seperti yang orang-orang putus cinta lakuin. Galau, asik liat status cinta-cintaan, depresi, masih stalking, marah-marah lagi ke “dia” eh dianya melece-lece dengan bilang "itu semua dia yang lakuin, dia yang balas. (ah untuk cerita yang ini, terlalu menyakitkan) dan bangga gitu sama hubungan barunya dan kebaikan si pacar (huh biasalah yang di mabuk cinta). 
Pas ada senggang sikit untuk baik, luluh lagi si cewek. Gak berapa lama stalking, marah lagi. Nangis lagi. itu dilakukannya, karena masih percaya dan gak percaya.  Ibaratnya saat dia udah berhasil bangkit dikit, jatuh lagi, berdiri dikit, jatuh lagi. Itu berulang-ulang kali. Terjadi berhari-hari bahkan berminggu-minggu, dan hampir juga berbulan. 

Nah itu yang ku bilang “aku dipaksa”. Aku dipaksa Allah untuk buka mata, buka telinga, berpikir lah yang logis karena tak selamanya hati benar, apalagi kalo udah kejauhan dari Allah.

Karena tadinya selalu masih ada harapanku untuk memperbaiki hubungan dengannya, berharap aku dan dia masih bisa sama-sama. Apalagi karena dia terus terus berdalih tidak ada hubungan apa-apa dengan orang lain, yang nyatanya ia sangat menyayanginya, membelanya habis-habisan, membanggakannya, ah kurasa pandangannya kepada perempuan itu adalah "kaulah dewiku yang kutunggu-tunggu selama ini". *huek. 

Sedangkan aku, hampir tak pernah kutau dia membawa-bawa namaku dan merasa bangga menyampaikannya pada yang lain, atau membelaku, atau merasa takut kehilanganku, atau dihargainya. Intinya benar-benar menaruh rasa sayangnya. Huh rasa sakitnya berlebih-lebih dari sekedar patah hati biasa.*hiks

Mungkin hanya aku yang terlalu tidak mempermasalahkan keadaannya. Tak terlalu perduli dengan tebal kantongnya, sebisa mungkin aku ingin terus membantunya, menyemangatinya,  sering memaklumi dan menutupi permasalahan biar gak jadi perpisahan. Kalaupun permasalah terungkap, yang kudapati hanya “biarlah berlalu” tanpa ada penyelesaian. Hmmh tapi apa yang dia lakukan?

Sebenarnya sangat banyak hal-hal yang kurasakan lebih-lebih dari yang kuceritakan disini, tapi sudahlah. Cukup aku dan Allah saja yang tau.

Begitulah jika perasaan sudah sangat lari dari Allah. Jujur, awalnya aku melibatkan Allah saat pertama kali aku berniat padanya. Tetapi setelah terjadi beberapa pelencengan dari yang seharusnya (misalnya berbohong dan sebagainya) ternyata pelan-pelan Allah ku tinggalkan. Palingan hanya mengadu-ngadu masalah kepadanya. Sampai akhirnya perasaan ku ke manusia pun lebih besar.

Maka biarlah dia bahagia dengan kekasihnya itu. Mau sampai kapan terus menerus bersedih dan meratapi kenyataan yang memang bukan sekedar mimpi buruk. Sampai akhirnya aku berhenti untuk mengetahui tentangnya, sehubungan dengan teman-temanku, ataupun orang-orang sekelilingku yang selalu bilang “Allah akan mengganti dengan yang lebih baik, berarti Allah menyayangimu, Yang. Tak dibiarkannya kau terus-terusan maksiat” atau apalah segala motivasi lainnya.  Ya mereka semua benar. Bahkan ada satu perkataan temanku yang paling ku ingat, “Sudahilah. Cukup jatuh bangunmu. Cukup untuk mencari tau dan melihat dia, karena akan semakin membuatmu terpuruk dan terus-terusan sedih. Sedangkan dia, dia sudah senang-senang disana, ber-sayang sayangan dengan perempuan idamannya.  Day, tiap kau ingat dia, ingatlah apa yang telah diperbuatnya dan apa yang kau berikan dan dapatkan. Janji sama diri sendiri untuk menyudahi kesedihanmu. Dan terus berdoa agar setiap harinya rasa itu dikikis dan dikikis. Sampai perasaanmu hilang, sampai rasa sakitnya pun hilang.“

Lalu banyak hal-hal yang ku ubah. Sulit memang. Sulitnya setengah mati. Terutama alasannya tuh karena masih gak terima diri ini diperlakukan kayak gitu, sedangkan aku tidak begitu ke orang-orang. Ikhlas itu sulit ternyata.

Yap, Dia yang punya andil tentang hati sudah memberi teguran keras padaku. Alhamdulillah teguran itu aku arahkan kepada Nya, bukan pada kejahatan lainnya. Dan alhasil insyaallah tak pernah ku dapatkan ketenangan dan kerinduan yang dalam akan belajar agama dan terus belajar setelah waktu-waktu yang terus berlalu itu. Dan banyak hal yang kualami setelah peristiwa menyakitkan itu, sampai akhirnya aku bisa seperti sekarang dan aku benar-benar bahagia.      

Insyaallah bakalan lanjut di part 3 nya teman-teman. Banyak kecerian yang pengen aku bagi ke kalian. Ya meskipun part ini cukup mengundang emosiku lagi dan lebih ke curhat hehe, abis daripada nyeritain orang lain, mending certain diri sendiri dan jadiin motivasi kan.

Oke thank you for reading. Dan tetap ikutin ya….
Assalamu’alaykum. :)

Senin, 17 April 2017

Siapkah aku Hijrah? (part 1)

18-April-2017

21-Rajab-1438 H

Assalamu’alaykum warahmatullahiwabarakatuh


Huuaa, udah sekian lama ninggalin blog. Begitu buka lagi, ibarat rumah yang gak berpenghuni ni yah, bisa di gambarin isinya blog aku tuh udah mirip kayak gitu. 
Sawang laba-laba sliweran, udah bersarang coro, tikus, buaya, ah ntah lah.

Oke, jadi Insyaallah hari ini bakalan ada “Renofasi”. Mulai dari gerbang (aku anggap dari penulisan tanggal *biar kita gak buta-buta amat sama tanggal Islam), depan rumah (awal blog), dan termasuk juga ntar isi rumah nya (isi blog nya. kalo postingan yang kemaren-kemaren buatnya pake ngucurin air mata, mudah-mudahan sekarang udah nggak lagi lah)

Sejujurnya aku sendiri bingung mau nulis dari mana, sanking banyaknya yang udah aku lalui dan pengen banget aku certain dan aku bagikan ke kalian.Tapi sebelum kalian lanjut membaca blog amatiran ini, aku mau bilang “terimakasih, masih setia membaca, jika kalian membacanya sampai habis, semoga kalian dapat mengambil manfaatnya. Aku memang bukan siapa-siapa bagi kalian, mungkin kita belum pernah berteman secara langsung, sodara juga bukan, pacar apalagi, artis juga bukan (kecuali dlm ruang kamar tidurku sendiri itu lain cerita, emang aku artis papan atasnya  *apaan lah,Yang). Intinya meskipun aku bukan siapa-siapa buat kalian, tapi aku pengen bagi pengalaman yang udah pernah aku laluin ataupun yang sedang aku lakuin, aku pengen menyampaikan sesuatu yang bermanfaat untuk kalian. Karena aku tau, aku belum lah menjadi orang-orang yang pandai menyampaikan pesan-pesan mutiara bak pendakwah yang bisa fasih dengan lisannya dan prinsipnya “sampaikanlah walau satu ayat” *sseeh ,bagiku jika bermanfaat itu termasuk hal yang baik untuk di sampaikan kan..

Kita mulakan saja dari…. 
Hijrah
“Hijrah” ya….
Oh “Hijrah”…
Hmmm “Hijrah”
Familiar kan?  yang lagi booming kali istilah ini di kalangan anak muda sekarang. 
Yang jadi alasan anak muda dari yang pacaran terus jadi milih nge-jomblo, yang jadi alasan anak muda yang perempuan-perempuannya mendadak pakai pakaian besar-besar dan jilbab panjang-panjang, yang jadi topik pembicaraan baru bagi teman-teman pelaku nya, yang jadi alasan perubahan besar tingkah laku seseorang. Stop, sampai situ aja dulu, dan udah ngewakili yang umum-umumnya kan.

“Jadi Yang, lu pilih judul lu hijrah karena elu ngelakuin yang lagi ngetren juga?”
Eits, jangan salah. Kalo aku cerita sejujurnya nih ya, sikitpun gak pernah terpikirku tentang hijrah-hijrah an itu. Ikut-ikutan berpartisipasi menjadi jilbaber beneran, berniat mau hijrah aja pun nggak lah. Kalo berniat aja nggak, konon lagi ngelakuinnya. Seriusan.

Hijrah itu……bukan aku kali.Hijrah itu….. wih belum terbayangkanku cemana ceritanya aku hidup tanpa cowok, tanpa chatting atau kabar dari dia, tanpa stalking, tanpa sosmed, tanpa nge-gossip, tanpa humor, tanpa gaul, terasa terkekang lahHijrah itu.... apaan sih kok maunya mempersulit diri, kalo sama-sama suka, sama-sama sayang, apa salahnya lanjutin hubungan, apalagi kalo LDR kan jauh tuh, kemungkinan maksiat, zina secara langsung pun kan kecilHijrah itu… hmm ya mereka lah yang terlibat, bukan aku,
         Kalo dibuat versi film kayak di MNC nih ya, yang legenda-legendaan itu, begitu siap dia ngomong sumpah-sumpahan, tiba-tiba…. JEDEEERRRRR, kompor mamak meletop. Ya nggak lah, itu ecek-eceknya suara petir yang kalau di film ada kilatnya.Jadi kata-kataku tentang hijrah-hijrah-an tadi memang gak pernah aku ungkapin langsung dari mulut, tapi kesemuanya itulah yang ada dipikiranku, yang sering muncul dibenakku, bersarang di sanubariku *stop hiperbola Yang, fokus. (Intermezzo dikit boleh yah, ternyata ada untungnya juga punya nama “Dayang”, pas manggilnya tuh “Yang”, jadi rasanya terobati sedikitlah dari kejomblonya hehehe)

Oke back to hijrah-hijrahan versi sanubari
Itulah kesan pertama ku terhadap kata “hijrah” yang sekarang bisa dibilang lagi ngetren di kalangan anak muda.Bahkan beberapa orang yang aku dengar dia bilang “Day, aku mau hijrah”, aku pasti ngerutkan dahi dan kembali lagi pada pikiranku yang tadi, bahkan terkadang aku nanggepinya kayak senyum sinis gitu.

Oh iya tadi udah ada suara geledek ya,Hmmm… harus ku akui, aku mati rasa..  melihat kau bersamanya.. (kan, Yang.. kok jadi nyanyi, plis fokus fokus pliss. Ini demi masa depan)
Baiklah, demi nama Allah aku harus bilang..Mau nggak mau, suka nggak suka, aku harus masuk pada lingkup hijrah yang aku lece-lece in tadi. Aku ditolak sekeras-kerasnya, aku disuruh terjerembab di dalamnya, badanku ini rasanya diguncangkan sekeras-kerasnya, aku disuruh buka mata, pasang telinga, aku disuruh masuk dan pahami isi dalamnya, lebih tepatnya aku dipaksa . untuk mengerti. Ya, aku dipaksa untuk mengerti.Aku berani bilang seperti itu. Karena akulah yang merasakannya, aku yang terlibat padanya. Dan yang memaksaku itu adalah, Penciptaku. Yang jiwaku tergenggam ditanganNya, yang menuliskan skenario setiap makhluk dan telah dicatat di Lauh Mahfudzh.Allah ta’ala yang menyuruhku, Allah lah yang mendorongku pada hidayah Nya (Insyaa Allah). 

Dengan kuasaNya, hati yang tadinya ku tujukan pada seseorang yang sangat aku cintai, aku sayangi dan sangat tulus perasaan dan pemberianku padanya, yang tak pernah ku permasalahkan kekurangannya, yang tak pernah aku mau menuntut ini itu yang membuatnya marah atau sedih dan bersusah hati (dalam hal materi/yang bisa dilihat), yang sangat ku cemburui (karena rasa sayang ku itu), yang hampir semuanya aku bakal kasih untuknya (ini hal terbodoh yang pernah aku lakuin dan sampai sekarang perbuatan-perbuatan itu jadi ingatan yang seperti setan karena sering hadir dipikiranku dan merusakku. Dan bukan mau sok alim, tapi na’udzubillahi mindzalik jika aku harus kembali pada masa itu, masa dimana kecerdasan gak ada manfaatnya, pikiran sehat gak ada artinya, yang berkuasa cuma hawa nafsu, yang merajai cuma setan dan syahwat. Sanking buruknya hal dan kejadian itu, aku menamainya pikiran setan dan setiap teringat akan itu, aku sering mengucap ta’awuz (a’udzubillahiminasysyaithanirrajim) untuk mengusirnya dan terkadangpun aku membaca surat An-Nas. Tapi benar-benar aku malu jika mengingat hal itu, hal yang sangat menjijikkan, yang aku gak tau apakah Allah mau mengampuniku meskipun aku melinangi shalatku dengan air mata. Maaf aku tak sanggup menceritakannya lebih, karena jujur saja perasaanku sekarang seperti…. hmmm penyesalan yang tak tau kapan habisnya, ntahpun mungkin hanya akan habis saat.. ah aku gak bisa mengunggkapkannya, susah terdefenisikan. Apapun yang aku rasakan sekarang hanya Allah saja yang tau). Yang ku sanggupi sekarang ini adalah menghembuskan nafas yang panjang sambil menutup mata,memang selalu begitu saat pikiran setan dan ingatan itu datang.dan aku benar-benar menyesali masa-masa itu. 

Teman, aku benar-benar tak sanggup untuk bercerita lagi saat ini.

Insyaallah akan ku sambung esokdi part 2..Insyaallah. tetap setia membaca ya.. 
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Minggu, 06 November 2016

Lelakinya


Kita tidak ketemu, tidak bertatapan muka, tidak bercanda dan tertawa secara langsung, bahkan sangat jarang bisa mendengar suara satu sama lain.
Kita tetap berkomunikasi dalam via chat, dan selalu menanyakan pertanyaan serupa , “lagi apa?” , “kuliah hari ini?”, atau “sudah makan?”. Itupun juga dengan waktu yang tidak rutin dan dengan respon yang lama.
Jika pagi dan siang mereka disibukkan dengan rutinitas, maka perempuan itu selalu menaruh harapan besar pada malam harinya. Agar ia bisa berkomunikasi dengan lelakinya.  Lalu pada malam harinya...
Keduanya tetap saja sibuk. Yang satu sibuk mengajar privat (tapi tetap menunggu pesan dari lelakinya), sedang yang satu sibuk dengan pekerjaan atau dengan tugasnya.
Terkadang si perempuan benar-benar menunggu hingga larut malam, sampai lelakinya itu selesai dari pekerjaannya dan sampai dirumah. Sedikit terkesan bodoh, tapi itu semata karena ia juga ingin merasakan beratnya menahan kantuk, “karena aku tau dia bukan orang yang tahan untuk tidur lama”, batinnya. Ditambah lagi ia harus terus melayani pembeli dan meracik kopi.
Perempuan itu melakukan hal yang kurang penting, tapi begitulah rasa sayang. Tidak bisa didefenisikan hal-hal yang akan dilakukannya demi seseorang yang berharga baginya. Saya tidak membela diri karena juga sebagai wanita, tapi itu fakta. Demi yang kita sayangi, hal-hal tak penting bahkan bodoh sekalipun bakalan kita lakukan kan demi dia.
Ternyata di hati perempuan itu terbesit satu keinginan, keinginan untuk diperhatikan lebih oleh lelakinya. Ia ingin lelakinya melarangnya melakukan itu, menasehatinya untuk tidak usah menyusahkan dirinya sendiri, mengingat esok pun ia harus kuliah. Ia ingin diperlakukan layaknya ia dilindungi, bukankah memang seharusnya setiap lelaki begitu kepada wanitanya?
Dan satu harapan kecil dari yang ia lakukan itu terbesit di benaknya, "adakah kata terimaksih akan terucap dari nya?”
Tetapi si lelaki tidak menyadarinya. Ia pulang hingga pukul 3 pagi. Kemudian  mengabari wanitanya “Saya pulang, ayo tidur saya sudah mengantuk.”
Wanita itu membaca pesan yang ditunggu-tunggunya sejak malam datang, lebih tepatnya sejak lelakinya pergi bekerja.  Terkadang dibalasnya, terkadang sekedar dibaca saja. Karena ia tau tidak aka nada respon lanjutan jikapun ia membalas pesan itu. Karena lelakinya sudah terlelap.
          Wanita itu pun tertidur dengan tenang, karena lelakinya pulang dengan selamat. Tapi di kelelapannya, ia juga merasa sedih karena ia tak mendapatkan ucapan terimakasih itu. Ya, dia sudah terbiasa kecewa.   


Saat kita menyayangi seseorang, hal-hal yang gak penting pun tetap beralasan untuk kita lakukan. Apalagi saat hubungan itu memiliki jarak yang jauh. Jika pun tidak bisa bertatap muka, apa salahnya jika memberikan perhatian yang lebih, atau menghargai apa yang ia berikan untuk kita. Paling tidak berusahalah memiliki sedikit waktu untuknya, meskipun hanya via suara.

Sabtu, 24 September 2016

Aku Cuma Rindu


 
Hai  kau yang jauh..
Kamu apa kabar hari ini? Lagi ngapain? Dimana dan sama siapa? Kau sudah merindukaku? Iya mungkin aku yang merindukanmu. Sekali lagi, apa kau pernah merindukanku? Atau hanya aku yang tak tahu diri untuk terus dan terus saja merindukanmu. Selalu aku yang mengatakan “kangen” padamu. Kemudian kau membalasnya “iya, akupun juga” ntah itu sekedar menghargai kata rindu dariku atau kau juga benar-benar merasa rindu sepertiku, aku tak bisa melihatnya dengan jelas.  
Aku sering terbawa dengan hal yang sering kita lakukan sama-sama waktu kau disini dahulu. Beberapa kali sepulang kuliah, sore hari tepatnya, aku tak langsung bergegas pulang. Aku menunggumu, ditempat biasa kau menjemptku. Beberapa menit di depan jurusanku, beberapa menit di tempat duduk dekat Biro Universitas, tapi aku belum pernah sampai menunggu di Fakultas mu, oh atau mungkin itu sebabnya aku tak pernah bertemu denganmu lagi,  maaf kalau usahaku tidak maksimal. Iya, aku janji gak akan marah kalaupun kau menjemputku lebih lama dari jam ku keluar.
Tapi ini sudah magrib, aku masih tidak melihatmu dimana-mana. Apa kau lupa aku menunggu mu?
Hmmh.. tapi maaf aku harus pulang, aku harus mengajar selepas magrib ini. Aku tak ingin murid-muridku menungguku terlalu lama jika aku pulang telat untuk terus menunggumu.
Jangan marah,
Besok aku akan menunggumu lagi. Ia ditempat yang sama, aku akan menunggumu sampai sebelum magrib. 
*
Aku tak tahu, rasa rindu ini seperti menutup akal sehatku. Membuatku selalu ingin menyiksa diriku dengan rasa sedih dan pengharapan yang tak mungkin terwujud. Oh yang benar saja, Aku masih waras, aku sadar betul dia takkan mungkin datang. Dia jauh.
Jarak, kenapa kau terkesan kejam?
Kenapa kau menikamku dengan rasa rindu yang semakin menjadi-jadi. Belum lagi waktu yang juga ikut-ikutan meledekku, ikut tertawa saat aku menunggunya hingga tak kenal waktu dan ia tak kunjung datang juga.
Seberapa menyiksanya rasa ini? Kau mau tau?
Aku tak pernah tahan melihat kabar/ sejenis pemberitahuan di sosmed apapun itu, dalam bentuk comment atau tambah pertemanan, atau menyertakan tanda “suka”, atau apalah bentuknya yang kulihat itu atas namamu kepada perempuan lain. Ntah itu temanmu atau adek-adekan mu, atau siapapun itu selama ia perempuan, aku sama sekali tak pernah suka.
Setiap aku melihat dan mengetahui itu, rasanya emosi ini meledak-ledak. Aku tak bisa memaklumi apapun, mau kau kasih penjelasan apa aja tentang yang kau lakukan itu, aku tetap tak bisa menerimanya. Jadi posesif. Melihat semuanya dari kacamata kecemburuan saja.
Jarak dan waktu benar-benar mempermainkanku. 
Tak hanya itu, berkaitan dengan waktu, aku hampir-hampir menjadi seorang pemuja handphone, perkara kabar darimu.
Setiap kali kau membalas pesanku, tak kurang dari sedetikpun rasanya selalu ingin kulihat, ku baca, dan ingin membalasnya lagi. 
Jangan tanya apa dia melakukan hal yang sama.. tentu tidak. Ia sering mengabaikan pesan dan pemberitahuan dariku. Aku tak menuduh atau berspekulasi, tapi itu terbukti dan memang begitu. Jadi waktu itu aku pernah memfoto salah satu wacana dari buku sejenis novel moivasi yang pernah ia berikan padaku sebelum ia pergi, dengan judul “Rindu”, aku menandai namanya bahkan dengan suatu caption pula. Aku sangat berharap mendapatkan respon darinya, atau setidaknya dia menyukainya atau tidak. Tapi ternyata sampai detik ini aku tak mendapatkan pemberitahuan apapun tentang itu dan dirinya. Malah yang ku dapati dihari itu ialah ia menyukai sebuah kiriman foto teman perempuannya, dan mulai mengikuti perempuan lainnya. See 
Akupun muak dengan masalah yang selalu ini-ini saja. Sampai kuputuskan tak ingin membahasnya lagi, karena setiap kami membahas ini ujung-ujungnya ia selau bilang terserah, atau menyuruhku mencari lelaki lain yang lebih bisa mengertiku, atau tiba-tiba bersikap sangat manis dengan kata-kata yang bukan main buat aku jadi berbalik meminta maaf padanya, kemudian baikan sebentar (untuk beberapa hari), lalu kembali melakukan hal yang sama.
Apa dia tidak memikirkan perasaan sesorang yang begitu menjaga hatinya atau bagaimana ya?
Bagaimana mungkin dengan gampangnya menyuruhku mencari lelaki lain?
Oh kalian para lelaki, wanitamu takkan pernah begitu gampangnya pindah ke laki-laki lain, setampan, sekaya apapun lelaki lain itu, sekayakmana pun ia mencari masalah padamu, bukan berarti ia ingin mengakhiri hubungan. Itu karena wanitamu merasa takut kehilanganmu, merasa ingin lebih diperdulikan dari sekian banyak kesibukanmu, bukan karena ia terlihat seperti mengejar-ngejarmu dan tak bisa hidup kalau bukan bersama kalian, sehingga dengan gampang kalian merasa kegeeran. Bisa saja kami mencari yang lain, yang lebih dari segala hal, tapi hati perempuanmu itu takkan pernah kau dapatkan dari perempuan lain yang kau jadikan alat pencemburu wanitamu yang tulus itu. Pahami lah itu, sejahat apapun wanitamu, jika ia wanitamu ia takkan rela melihat kau dengan perempuan lain, meski cuma teman atau bahkan “teman yang baru  dikenal”
Maaf kalau kini emosi ku makin labil dan kadar ke-egoisanku meningkat.
Tapi ketahuilah itu adalah bentuk lain dari pelarian rindu yang tidak kusadari dalam emosiku. Aku tidak tau mengapa rindu kini sering berubah menjadi emosi dan kecemburuan yang berlebihan, apa karena kadar rinduku yang sudah sangat tinggi ataukah aku yang sudah mulai lelah dengan semuanya.
Aku memilih mendiamkan mu, bersikap dingin kepadamu agar aku lebih bisa mengendalikan diriku terhadap sikapmu yang tak kau sadari itu, agar aku tau apakah kau merasa rindu dengan diriku yang biasanya sangat perhatian padamu, atau agar kau bisa memanfaatkannya untuk lebih leluasa mencari teman perempuan lainnya, ntahlah. Itu semua bergantung kau, tapi yang perlu kau tau tau, perasaanku tak pernah berubah sedikitpun, aku menyayangimu sebagaimana pertama kali dan tak pernah berkurang sedikitpun. Tentang semua perubahan sifat ku dan kelabilan semosiku, itu karena aku masih belajar tentang perasaan. Ia aku memang masih belum dewasa, begitu mudahnya terbawa emosi atau apalah itu namanya. Itu karena aku rindu,

ya Aku Cuma Rindu, mas.

Dan sampai kapanpum kau takkan pernah tau apa saja yang dapat kulakukan dengan rasa rinduku ini terhadap seseorang yang ku sayangi itu, aku selalu punya kejutan untukmu, yang mungkin bagi beberapa orang ingin merasa terspesialkan seperti yang kulakukan padamu ini, tapi aku tak perduli orang lain, aku ingin kau yang merasa bahwa aku men-spesialkanmu. Bahkan dengan keadaan rindu sekalipun. Aku ingin slalu mengistimewakanmu.
Kalau sekarang aku akan sering menunggumu menjemputku sampai magrib sekalipun, esok pasti akan ada yang lain.. bersabarlah kamu