Sabtu, 22 April 2017

Siapkah Aku Hijrah (part 3)-Move On

22-April-2017
25-Rajab-1438 H

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Pertama-tama aku mau bilang terimakasih buat kalian  yang masih terus membaca tulisan-tulisan ini, yang sampai part ini masih diikutin. Juga buat kalian yang baru saja singgah disini, enjoy your reading,, kalian juga bisa membaca di part 1 dan part 2 nya. :) 

Just FYI, seharusnya penulisan part ke 3 ini gak boleh berjarak lama-lama dari part sebelumnya, karena dikhawatirkan terjadi salah paham ataupun judgement lain yang padahal tidak seperti itu kenyataannya.

Sedikit curhat gapapa ya.. pas nulis part 2 itu, antara yakin dan ga yakin karena aku sadar resikonya besar, terutama harus nginget masa lalu. Harus tahan kalau sakit lagi cemana, atau kalau orang yang terlibat tau gimana. Tapi bagiku ya, dia kan udah gak open lagi tentang saya. Apalagi ditambah kabar dari teman-teman tentang statement nya yang mengatas namakan aku. Jadilah apa yang selama ini aku coba tahan, harus terungkapkan. Dan itu demi pembelaan diriku, sekaligus pembersihan pernyataannya. yang sekaligus pembuka cerita, kenapa kita harus move on? dan siapkah aku hijrah?.

Jadi kalo kemarin itu udah aku udah bongkar lagi ingatan yang sudah aku tinggalin, sebenernya gak ninggalin juga sih karena masih teringat jelas yang sakit-sakit itu terus begitu di tulis lagi jadi emosinya serasa meluap-luap lagi. Dan salah satu alasannya kenapa aku baru nulis sekarang sedangkan kejadiannya dah beberapa bulan yang lalu, karena waktu itu ya masih belum sanggup untuk nyeritain, masih terbawa perasaan sendiri nanti begini nanti begitu, dan emang belum punya solusi yang udah aku rasain. Masih sekedar galaunya terus.

Tapi sekarang Insya Allah tak hanya mengingat luka lagi, tapi sudah aku rasain hal-hal yang ternyata ada makna yang jauh lebih besar kenapa kita di tegur, kenapa kita di uji. Mengingat masa lalu yang menyakitkan itu gak salah, sob. Kenapa? Karena dengan itu, bisa jadi cambuk tersendiri untuk berubah menjadi yang lebih baik. 

Aku mau tanya, mana yang lebih ampuh untuk men-dongkrak diri ke posisi yang lebih baik? Belajar dari rasa sakit atau tetap dalam keadaan biasa-biasa aja tapi asik-asik nangis, asik-asik galau terus? Gimana mau dapetin pelajaran cobak. Oke ini gak salah emang, tapi biasanya motivasi terbesar seseorang itu berangkat dari rasa kesusahan.

Orang yang pertama kali kaya (bukan kaya turunan), gak akan kaya kalau dia malas berusaha dan punya motivasi dari rasa sakit akibat kesusahan. Orang sukses gak akan tau rasanya hebat kalau dia gak memulai semua kesuksesannya dengan jatuh bangun, dengan rasa sakit ataupun kejenuhan.
Teman-teman, jadi sebenernya motivasi yang paling ampuh untuk merubah diri itu adalah karena rasa sakit. Berangkat lah dari apa-apa yang membuatmu merasa susah, merasa sedih, merasa hancur, lalu bangkitkan semangatmu bahwa “Aku tidak layak diperlakukan seperti itu. Aku punya hak untuk menjadi lebih baik, aku punya  hak mendapatkan yang lebih baik bahkan yang terbaik. Untuk itu akupun harus berusaha.” 

Pas nih untuk kalian yang patah hati, jengkel sama orang, atau yang masih belum bisa terima kenyataan *seeh galau kalau dia bukan yang terbaik untukmu, tapi ngarepnya move on.
Menurutku, cara untuk move on ada dua macam.

Pertama, jadi orang yang “menye-menye” . itu maksudnya jadi yang lemah-lemah kan diri. Nageeees terus tiap ingat mantan, galau lagi, galau lagi. Pantang berkenaan dikit sama kondisinya, bawaannya baper. Ujung-ujungnya galau lagi, begitu terus sampek akhirnya tertemukan yang baru.
Orang yang kayak gini emang  punya potensi move on, tapi biasanya nggak mengambil pelajaran lain. Gak ambil hikmah lain. Hanya meratapi nasibnya, terus berharap jumpa sama yang lain, terus mau cepat-cepat bahagia lagi.

Mereka mengingat rasa sakit, tapi mengalihkannya ke kesedihan. Mengharap karma cepat-cepat datang sama si pembuat nanges itu, tapi tetap baper tetiba di hubungi lagi sama si mantan, luluh lagi. Biasanya orang yang tipe ini, kebanyakan inget yang indah-indah sama “si mantan”. Bener?
Atau  yang kedua, jadi orang yang berangkat dari rasa sakit tapi mengalihkannya ke motivasi. Keren emang statement nya tapi yang dia rasain pun juga luar biasa. Gampang jadi yang kayak gitu? aku berani bilang TIDAK. Terutama bagi cewek-cewek.

Okelah sebentar dia bilang “Ih gak akan lagi aku mau temakan omongan dia ya. Gak akan lagi aku galau karena dia ya. WIh tengok aja nanti, suatu saat dia yang nyesal. Suatu saat aku bisa lebih lebih daripada dia. Siapa kali dia mainin anak orang suka-suka. Bla bla bla”
Begitu dihubungin balek, langsung luluh lagi. Leleh lagi. Bawa-bawa masih sayang lah apa lah. memaklumi semua kondisi lah, menari-cari lagi kebaikan si mantan yang jadi alasan gagal move on. Hayo ngaku….
Oh teman-teman, aku bisa bilang begitu karena udah aku rasain semuanya. Jadi semuanya bukan karena sok tau.

Kejadian yang seperti ku bilang barusan, itu terus ku alami sampai benar-benar jenuh. Makanya aku bilang aku “dipaksa untuk paham”  (baca part 1). Berkali-kali bangkit, jatuh lagi, bangkit, jatuh lagi. Sampai gak tau lagi langkah mana yang harus dilangkahkan, tapi tetap langkahkanlah *kayak kata Panji Ramdana (penulis buku Ketetapan Terindah, yang punya ig melodi dalam puisi *malah promosi.. hehe).

Orang yang tipe kedua ini, terkesan keras. Karena dia ditempa dari rasa sakit. Dia percaya sama hukum timbal-balik (katakanlah karma) kalau dalam Islam gak ada sih istilah gitu tapi setiap perbuatan itu ada balasannya. Dia ingat hal-hal buruk dan kerugian-kerugian apa yang berkaitan dengan “si mantan”, lalu dijadikannya motivasi untuk move on. Gadak istilahnya balik ke waktu pembodohan.

Dia ubah mindsetnya, ubah pola kebiasannya. Dari yang hobinya nangis, meratap-ratap, berharap-harap balek (sedangkan yang disana dah senang-senang, dah melece-lece dah ketawa-ketawa sama pacar barunya), atau segala macam kesakitan lainnya lah. “Aku tidak layak diperlakukan seperti itu. Karena aku bukan orang yang memperlakukannya sedemikian jahatnya!
Maka, move on pun gak sesulit kalau cuma ngingat yang indah-indah doang.

Mmh percaya deh bakal ada yang merhatiin kamu, dan bakal bilang “Kamu lebih baik dari yang dulu.” Kira-kira seperti itulah. Nah itu juga udah aku dapati teman-teman, jadi ini gak cuma omdo (omong doang) ya.. terbukti ada yang bilang gini “Yang, badanmu kecil tapi untung kau kuat” .terus aku cuma senyum, dan seriusan rasanya seneng lho ketika dibilang kayak gitu. Padahal gak tau dia, hari-hari sebelumnya itu cemana menderitanya.

Apa prinsipnya? Prinsipnya yaitu dengan tidak mencari-cari dan mengingat-ingat kenangan yang indah-indah sama si mantan. Ingat betul apa lebih banyak kerugian atau keuntungan yang kau dapat. 
Berikan terus perbandingan pada brain mu, bahwa apa yang patut dipertahankan dan dibanggakan dari dia. Belum lagi perlakuan dia ke kita. Maka, jadikan itu pendongkrak semangatmu untuk pergi, untuk hijrah. Jadikan kesakitan itu sebagai pil pahit yang harus kau telan demi sembuhnya sakit mu. Bukan menghindari dan pergi, tapi hadapi dan jadikan pembelajaran yang sangat berharga. Buka mata, buka telinga, dengar nasihat orang-orang yang lebih baik darimu, berkumpul dengan orang-orang baik, berteman dengan orang-orang yang menuntunmu pada perubahan, bukan degan yang semakin mengajak maksiat. 

Tipe kedua ini terkesan tidak bisa mengikhlaskan takdir?
Mmh, bisa dibilang baik yang pertama ataupun yang kedua sama-sama akan sulit mendapatkan keikhlasan. Terlebih saat belum ada penggantinya, sedangkan si pembuat luka dengan santainya bersenang-senang dan tidak pernah merasa bersalah.

Begitupun aku.  Jujur saja, Keikhlasan itu yang masih menjadi kelemahanku. Sudah ku coba pergi dari dia, gak tau apa-apa lagi tentang dia, tapi setiba datang beberapa pertanyaan ataupun hal-hal yang bersangkutan dengan dia ntah dari mana-manapun itu, rasanya emosi ku naik. Rasa tidak terima itu masih membekas teramat dalam. 
Kalian pernah merasa begitu? atau kalian langsung lemes terus cengeng.

Hmmh

Sampai akhirnya kutemukan penggantinya, yang membuatku jauh lebih tenang, yang membuatku mampu menghargai hidup, yang membuatku bisa setegar dan sekuat sekarang, yang membuatku selalu tersenyum.
Siapa dia?

Tetap setia membaca ya teman,, cerita perjuangan move on masih panjang.. semangat untuk yang sedang move on, dan insya Allah cerita kedepan akan lebih membuka pikiran kalian. Akan ada part 4 bakalan menyusul. :) 

Assalamu’alaykum warahmatullah
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar