Minggu, 06 November 2016

Lelakinya


Kita tidak ketemu, tidak bertatapan muka, tidak bercanda dan tertawa secara langsung, bahkan sangat jarang bisa mendengar suara satu sama lain.
Kita tetap berkomunikasi dalam via chat, dan selalu menanyakan pertanyaan serupa , “lagi apa?” , “kuliah hari ini?”, atau “sudah makan?”. Itupun juga dengan waktu yang tidak rutin dan dengan respon yang lama.
Jika pagi dan siang mereka disibukkan dengan rutinitas, maka perempuan itu selalu menaruh harapan besar pada malam harinya. Agar ia bisa berkomunikasi dengan lelakinya.  Lalu pada malam harinya...
Keduanya tetap saja sibuk. Yang satu sibuk mengajar privat (tapi tetap menunggu pesan dari lelakinya), sedang yang satu sibuk dengan pekerjaan atau dengan tugasnya.
Terkadang si perempuan benar-benar menunggu hingga larut malam, sampai lelakinya itu selesai dari pekerjaannya dan sampai dirumah. Sedikit terkesan bodoh, tapi itu semata karena ia juga ingin merasakan beratnya menahan kantuk, “karena aku tau dia bukan orang yang tahan untuk tidur lama”, batinnya. Ditambah lagi ia harus terus melayani pembeli dan meracik kopi.
Perempuan itu melakukan hal yang kurang penting, tapi begitulah rasa sayang. Tidak bisa didefenisikan hal-hal yang akan dilakukannya demi seseorang yang berharga baginya. Saya tidak membela diri karena juga sebagai wanita, tapi itu fakta. Demi yang kita sayangi, hal-hal tak penting bahkan bodoh sekalipun bakalan kita lakukan kan demi dia.
Ternyata di hati perempuan itu terbesit satu keinginan, keinginan untuk diperhatikan lebih oleh lelakinya. Ia ingin lelakinya melarangnya melakukan itu, menasehatinya untuk tidak usah menyusahkan dirinya sendiri, mengingat esok pun ia harus kuliah. Ia ingin diperlakukan layaknya ia dilindungi, bukankah memang seharusnya setiap lelaki begitu kepada wanitanya?
Dan satu harapan kecil dari yang ia lakukan itu terbesit di benaknya, "adakah kata terimaksih akan terucap dari nya?”
Tetapi si lelaki tidak menyadarinya. Ia pulang hingga pukul 3 pagi. Kemudian  mengabari wanitanya “Saya pulang, ayo tidur saya sudah mengantuk.”
Wanita itu membaca pesan yang ditunggu-tunggunya sejak malam datang, lebih tepatnya sejak lelakinya pergi bekerja.  Terkadang dibalasnya, terkadang sekedar dibaca saja. Karena ia tau tidak aka nada respon lanjutan jikapun ia membalas pesan itu. Karena lelakinya sudah terlelap.
          Wanita itu pun tertidur dengan tenang, karena lelakinya pulang dengan selamat. Tapi di kelelapannya, ia juga merasa sedih karena ia tak mendapatkan ucapan terimakasih itu. Ya, dia sudah terbiasa kecewa.   


Saat kita menyayangi seseorang, hal-hal yang gak penting pun tetap beralasan untuk kita lakukan. Apalagi saat hubungan itu memiliki jarak yang jauh. Jika pun tidak bisa bertatap muka, apa salahnya jika memberikan perhatian yang lebih, atau menghargai apa yang ia berikan untuk kita. Paling tidak berusahalah memiliki sedikit waktu untuknya, meskipun hanya via suara.

Sabtu, 24 September 2016

Aku Cuma Rindu


 
Hai  kau yang jauh..
Kamu apa kabar hari ini? Lagi ngapain? Dimana dan sama siapa? Kau sudah merindukaku? Iya mungkin aku yang merindukanmu. Sekali lagi, apa kau pernah merindukanku? Atau hanya aku yang tak tahu diri untuk terus dan terus saja merindukanmu. Selalu aku yang mengatakan “kangen” padamu. Kemudian kau membalasnya “iya, akupun juga” ntah itu sekedar menghargai kata rindu dariku atau kau juga benar-benar merasa rindu sepertiku, aku tak bisa melihatnya dengan jelas.  
Aku sering terbawa dengan hal yang sering kita lakukan sama-sama waktu kau disini dahulu. Beberapa kali sepulang kuliah, sore hari tepatnya, aku tak langsung bergegas pulang. Aku menunggumu, ditempat biasa kau menjemptku. Beberapa menit di depan jurusanku, beberapa menit di tempat duduk dekat Biro Universitas, tapi aku belum pernah sampai menunggu di Fakultas mu, oh atau mungkin itu sebabnya aku tak pernah bertemu denganmu lagi,  maaf kalau usahaku tidak maksimal. Iya, aku janji gak akan marah kalaupun kau menjemputku lebih lama dari jam ku keluar.
Tapi ini sudah magrib, aku masih tidak melihatmu dimana-mana. Apa kau lupa aku menunggu mu?
Hmmh.. tapi maaf aku harus pulang, aku harus mengajar selepas magrib ini. Aku tak ingin murid-muridku menungguku terlalu lama jika aku pulang telat untuk terus menunggumu.
Jangan marah,
Besok aku akan menunggumu lagi. Ia ditempat yang sama, aku akan menunggumu sampai sebelum magrib. 
*
Aku tak tahu, rasa rindu ini seperti menutup akal sehatku. Membuatku selalu ingin menyiksa diriku dengan rasa sedih dan pengharapan yang tak mungkin terwujud. Oh yang benar saja, Aku masih waras, aku sadar betul dia takkan mungkin datang. Dia jauh.
Jarak, kenapa kau terkesan kejam?
Kenapa kau menikamku dengan rasa rindu yang semakin menjadi-jadi. Belum lagi waktu yang juga ikut-ikutan meledekku, ikut tertawa saat aku menunggunya hingga tak kenal waktu dan ia tak kunjung datang juga.
Seberapa menyiksanya rasa ini? Kau mau tau?
Aku tak pernah tahan melihat kabar/ sejenis pemberitahuan di sosmed apapun itu, dalam bentuk comment atau tambah pertemanan, atau menyertakan tanda “suka”, atau apalah bentuknya yang kulihat itu atas namamu kepada perempuan lain. Ntah itu temanmu atau adek-adekan mu, atau siapapun itu selama ia perempuan, aku sama sekali tak pernah suka.
Setiap aku melihat dan mengetahui itu, rasanya emosi ini meledak-ledak. Aku tak bisa memaklumi apapun, mau kau kasih penjelasan apa aja tentang yang kau lakukan itu, aku tetap tak bisa menerimanya. Jadi posesif. Melihat semuanya dari kacamata kecemburuan saja.
Jarak dan waktu benar-benar mempermainkanku. 
Tak hanya itu, berkaitan dengan waktu, aku hampir-hampir menjadi seorang pemuja handphone, perkara kabar darimu.
Setiap kali kau membalas pesanku, tak kurang dari sedetikpun rasanya selalu ingin kulihat, ku baca, dan ingin membalasnya lagi. 
Jangan tanya apa dia melakukan hal yang sama.. tentu tidak. Ia sering mengabaikan pesan dan pemberitahuan dariku. Aku tak menuduh atau berspekulasi, tapi itu terbukti dan memang begitu. Jadi waktu itu aku pernah memfoto salah satu wacana dari buku sejenis novel moivasi yang pernah ia berikan padaku sebelum ia pergi, dengan judul “Rindu”, aku menandai namanya bahkan dengan suatu caption pula. Aku sangat berharap mendapatkan respon darinya, atau setidaknya dia menyukainya atau tidak. Tapi ternyata sampai detik ini aku tak mendapatkan pemberitahuan apapun tentang itu dan dirinya. Malah yang ku dapati dihari itu ialah ia menyukai sebuah kiriman foto teman perempuannya, dan mulai mengikuti perempuan lainnya. See 
Akupun muak dengan masalah yang selalu ini-ini saja. Sampai kuputuskan tak ingin membahasnya lagi, karena setiap kami membahas ini ujung-ujungnya ia selau bilang terserah, atau menyuruhku mencari lelaki lain yang lebih bisa mengertiku, atau tiba-tiba bersikap sangat manis dengan kata-kata yang bukan main buat aku jadi berbalik meminta maaf padanya, kemudian baikan sebentar (untuk beberapa hari), lalu kembali melakukan hal yang sama.
Apa dia tidak memikirkan perasaan sesorang yang begitu menjaga hatinya atau bagaimana ya?
Bagaimana mungkin dengan gampangnya menyuruhku mencari lelaki lain?
Oh kalian para lelaki, wanitamu takkan pernah begitu gampangnya pindah ke laki-laki lain, setampan, sekaya apapun lelaki lain itu, sekayakmana pun ia mencari masalah padamu, bukan berarti ia ingin mengakhiri hubungan. Itu karena wanitamu merasa takut kehilanganmu, merasa ingin lebih diperdulikan dari sekian banyak kesibukanmu, bukan karena ia terlihat seperti mengejar-ngejarmu dan tak bisa hidup kalau bukan bersama kalian, sehingga dengan gampang kalian merasa kegeeran. Bisa saja kami mencari yang lain, yang lebih dari segala hal, tapi hati perempuanmu itu takkan pernah kau dapatkan dari perempuan lain yang kau jadikan alat pencemburu wanitamu yang tulus itu. Pahami lah itu, sejahat apapun wanitamu, jika ia wanitamu ia takkan rela melihat kau dengan perempuan lain, meski cuma teman atau bahkan “teman yang baru  dikenal”
Maaf kalau kini emosi ku makin labil dan kadar ke-egoisanku meningkat.
Tapi ketahuilah itu adalah bentuk lain dari pelarian rindu yang tidak kusadari dalam emosiku. Aku tidak tau mengapa rindu kini sering berubah menjadi emosi dan kecemburuan yang berlebihan, apa karena kadar rinduku yang sudah sangat tinggi ataukah aku yang sudah mulai lelah dengan semuanya.
Aku memilih mendiamkan mu, bersikap dingin kepadamu agar aku lebih bisa mengendalikan diriku terhadap sikapmu yang tak kau sadari itu, agar aku tau apakah kau merasa rindu dengan diriku yang biasanya sangat perhatian padamu, atau agar kau bisa memanfaatkannya untuk lebih leluasa mencari teman perempuan lainnya, ntahlah. Itu semua bergantung kau, tapi yang perlu kau tau tau, perasaanku tak pernah berubah sedikitpun, aku menyayangimu sebagaimana pertama kali dan tak pernah berkurang sedikitpun. Tentang semua perubahan sifat ku dan kelabilan semosiku, itu karena aku masih belajar tentang perasaan. Ia aku memang masih belum dewasa, begitu mudahnya terbawa emosi atau apalah itu namanya. Itu karena aku rindu,

ya Aku Cuma Rindu, mas.

Dan sampai kapanpum kau takkan pernah tau apa saja yang dapat kulakukan dengan rasa rinduku ini terhadap seseorang yang ku sayangi itu, aku selalu punya kejutan untukmu, yang mungkin bagi beberapa orang ingin merasa terspesialkan seperti yang kulakukan padamu ini, tapi aku tak perduli orang lain, aku ingin kau yang merasa bahwa aku men-spesialkanmu. Bahkan dengan keadaan rindu sekalipun. Aku ingin slalu mengistimewakanmu.
Kalau sekarang aku akan sering menunggumu menjemputku sampai magrib sekalipun, esok pasti akan ada yang lain.. bersabarlah kamu